
RES, ppa.go.id, 3 Oktober 2020
Permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh pengacara Arif Fitrawan dinyatakan ditolak Mahkamah Agung (MA). Hal ini merupakan perkembangan dari kasus yang menjeratnya sejak 2018 silam.
Sebelumnya, Arif fitrawan bersama dengan Direktur CV Citra Lampia Mandiri (CLM), Martin P Silitonga, diketahui terlibat kasus penyuapan dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kasus ini bermula saat KPK melaksanakan serangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PN Jakart Selatan pada 2018. Saat itu, Panitera Pengganti PN Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan, dan pengacara Arif ditangkap saat terlibat serah terima uang suap.
Uang suap yang diberikan dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV CLM dan PT Asia Pacific Mining Resources.
Awalnya sengketa digelar di PN Makassar, Tapi pada majelis PN Makassar menyatakan tidak berwenang mengadili karena pihak yang bersengketa berdomisili di Jakarta Selatan.
Martin selanjutnya mendorong agar perkara diadili di PN Jakarta Selatan. Ia mengusulkan agar Arif Fitrawan, pengacaranya, ‘mengurus’ kepada majelis hakim.
Selanjutnya Arif meminta bantuan Panitera Pengganti PN Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan, sebagai penghubung yang pernah berkerja di PN Jaksel.
Saat Persidangan Tahun 2019 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyampaikan kronologisnya.
Ramadhan menemui Iswahyu dan Irwan, selaku majelis hakim, di rumah makan di Jl. Ampera Raya, Jakarta Selatan. Melalui pertemuan tersebut, kedua hakim menyetujui permintaan Arif.
Ramadhan menerima uang sebesar Rp 210 juta,- dari Martin. Tanggal 31 Juli 2018, Arif menyerahkan uang Rp 150 juta ke Ramadhan di parkiran masjid STPDN Cilandak, Jalan Ampera Raya. Sedangkan uang sebesar Rp 40 juta diberikan kepada Iswahyu.
Ramadhan juga mendapat uang entertaint untuk dirinya, demikian halnya dengan Arif.
Menjelang putusan akhir. Martin menyiapkan kembali uang sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut kemudian dicairkan oleh Arif dan ditukarkan dalam SGD 47 ribu untuk diserahkan kepada Ramadhan di kediamannya. Saat transaksi tersebut berlangsung, keduanya diamankan KPK.
Pada 11 Juli 2019, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara kepada Arif karena dinilai bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor. Arif juga didenda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Arif belakangan mengajukan permohonan upaya hukum luar biasa ke MA. Namun, permohonan PK pengacara tersebut ditolak MA.