Foto: Pelaksanaan Konferensi Pers di Ruang Rapat Tepian 1 Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Rabu (21/10) (Antaranews Kaltim/Arumanto)

RES, ppa.go.id, 25 Oktober 2020

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) telah menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) terkait penanganan masalah hukum. yang tertuang dalam dua dokumen nota kesepakatan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Biro Humas Setdaprov Kalimantan Timur, M.Syafranudin, saat pelaksanaan Konferensi Pers di Ruang Rapat Tepian 1 Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Rabu (21/10/2020).

Adapun nota kesepakatan tersebut meliputi dua hal, yakni nota kesepakatan bernomor B-015/O.4/Gs.1/10/2020 dan 119/4960/B.HUMAS-III/2020 tanggal 28 Agustus 2020 yang bertujuan membantu Pemprov Kaltim dalam menghadapi masalah hukum di Bidang Datun.

“Nota kesepakatan ini untuk menangani bersama penyelesaian masalah hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang dihadapi Pemprov, baik di dalam maupun di luar pengadilan,” ujar Syafranudin.

Sementara itu, kerja sama lainnya terkait dengan Penyelamatan Aset dan Penerimaan Negara/Daerah yang tertuang dalam nota bernomor B-015/O.4/Gs.1/10/2020 dan 119/6138/B.HUMAS-III/2020 tanggal 13 Oktober 2020.

Menurut Syafranudin, maksud dan tujuan adanya nota kesepakatan ini adalah untuk pelaksanaan program manajemen dan penertiban aset.

“Sebagai bagian dari program pencegahan korupsi yang dilakukan secara sistematis di Kaltim,” jelasnya.

Di sisi lain, Kepala Badan Pendapatan Daerah Kalimantan Timur (Kepala Bapenda Kaltim), Ismiati mengatakan salah satu yang hal memerlukan pendampingan Jaksa Pengacara Negara adalah penanganan tunggakkan pajak kendaraan bermotor alat berat.

“Bahwa pelaksanan program manajemen penertiban aset ini termasuk penerimaan negara sebagai bagian penyelamatan keuangan daerah. Jadi karena memang dalam pencatatannya sudah tercatat punya kewajiban untuk membayar (pajak), maka  perusahaan itu harus bayar,” jelas Ismiati.

Adapun diketahui perihal pajak alat berat ini adalah berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017, yang mengabulkan gugatan judisial review dari perusahaan-perusahaan yang menuntut agar alat berat tidak dimasukan ke objek pajak kendaraan bermotor, karena tidak beroperasi di jalan raya.

Dari putusan MK tersebut, Pemerintah diminta mengubah UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam kurun waktu 3 tahun sejak putusan tersebut diterbitkan. Jika tenggat waktu tersebut terlampaui dan UU yang baru belum juga diundangkan, maka alat berat tidak boleh lagi dikenakan pajak berdasarkan UU yang lama.

Namun, dalam kurun waktu 3 tahun tersebut, perusahaan-perusahaan masih harus memenuhi kewajiban membayar pajak alat beratnya.

“Pada putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017 yang pada waktu itu diputuskan bulan oktober 2017, jadi di salah satu putusannya itu adalah diminta pemerintah pusat segera merevisi UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menyebutkan bahwa kendaraan alat berat ini sebagai kendaraan bermotor,” ujar Ismiati.

“Artinya diminta mengubah bahwa memang alat berat bukan termasuk golongan kendaraan bermotor. Tetapi perusahaan diminta tetap membayar semua pajak itu sampai nanti 3 tahun, waktu itu dari Oktober 2017 sampai dengan Oktober 2020 ini,” tuturnya.

Leave a Reply