
ANS,ppa.go.id, 3 November 2020
ST. Burhanuddin yang ditetapkan sebagai Jaksa Agung di Kejaksaan Agung RI, dipandang membawa harapan besar bagi terciptanya perubahan penting di tubuh internal Korps Adhyaksa secara spesifik dan penegakan hukum secara umum. Di internal Korp Adhyaksa, dalam satu tahun kinerjanya Jaksa Agung ST. Burhanuddin sudah melakukan terobosan berupa reformasi birokrasi, digitalisasi birokrasi, penguatan integritas dan SDM jajaran kejaksaan.
Kejagung RI tersebut dikenal dengan ungkapannya yang tegas “bila ada Jaksa nakal yang tak bisa dibina, maka akan dibinasakan”. Ungkapan yang terakhir ini terbukti dengan banyaknya oknum jaksa yang akhirnya dihukum. Mantan Jaksa Pinangki hanyalah salah satunya.
Dalam penegakan hukum, Kejaksaan Agung di bawah binaan ST. Burhanuddin juga terlihat sangat powerful dan berani dalam membongkar banyak skandal besar. Berikut adalah sederet prestasi Jaksa Agung, ST. Burhanuddin yang dicapai dalam 1 tahun jabatannya:
- Kebijakan penangan perkara Kejaksaan Agung membuat Inisiasi Pelaksanaan Persidangan dengan sarana Teleconference di masa Pandemi Covid-19 untuk memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan.
Jaksa Agung mengeluarkan Instruksi Jaksa Agung Nomor 5 Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 tentang Kebijakan Pelaksanaan Tugas dan Penanganan Perkara Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Kejaksaan RI dan Surat Jaksa Agung Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tanggal 27 Maret 2020 Perihal Optimalisasi Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Kewenangan Ditengah Upaya Mencegah Penyebaran Covid-19. Di mana dalam dua kebijakan tersebut menyebutkan dan memerintahkan kepada para Jaksa di seluruh Indonesia untuk melakukan sidang melalui teleconference.
Sampai akhir Oktober 2020, persidangan secara online telah dilaksanakan di seluruh jajaran Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia dengan jumlah persidangan sebanyak 388.075 kali persidangan. Adapun sebanyak 73.284 perkara telah diputus atau diselesaikan secara online.
- Inisiasi Kebijakan Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). Kejaksaan RI saat ini telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Restorative justice atau keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
- Sampai akhir Oktober 2020 sebanyak 101 perkara dengan rincian 97 perkara dengan korban perorangan dan 4 perkara dengan korban perusahaan atau lembaga negara yang tersebar di 27 Provinsi dan 70 Kabupaten/Kota. Dalam penanganan perkara, dari periode Oktober 2019 hingga Oktober 2020 ini, bidang Pidsus di seluruh Indonesia telah melakukan Penyelidikan sebanyak 1.477 perkara, Penyidikan sebanyak 986 perkara, Penuntutan sebanyak 1.687 perkara, Eksekusi sebanyak 1.523 perkara, Upaya hukum sebanyak 723 perkara.
- Kejaksaan Agung berhasil membongkar dan menuntaskan kasus yang paling fenomenal dan bikin “geger” nasional adalah skandal Jiwasraya dengan tuntutan dan vonis hukuman berat bagi 6 terdakwa koruptor, tertangkapnya buron Djoko Tjandra, Membongkar skandal kasus Jaksa Pinangki, Kasus Impor Tekstil, Kasus Danareksa dan skandal besar lainnya. Selain itu, program Tangkap Buron (Tabur) juga menunjukkan catatan luar biasa. Hanya dalam satu tahun, ada lebih dari 100 buron yang kemudian tertangkap.
- Dalam setahun periode Jaksa Agung menjabat, Kejaksaan telah melakukan penyelamatan keuangan negara dengan total Rp. 19.629.250.912.165,-(sembilan belas triliun enam ratus dua puluh sembilan miliar dua ratus lima puluh juta sembilan ratus dua belas ribu seratus enam puluh lima rupiah) dan RM. 1.412(seribu empat ratus dua belas ringgit malaysia).
Penyelamatan uang negara. Kejaksaan RI, melalui bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, selama periode Oktober 2019 hingga Oktober 2020 telah berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara dengan total Rp. 388.876.848.205.645,95(tiga ratus delapan puluh delapan triliun delapan ratus tujuh puluh enam miliar delapan ratus empat puluh delapan juta dua ratus lima ribu enam ratus empat puluh lima rupiah sembilan puluh lima sen) dan USD. 11.839.755,- (sebelas juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh lima dollar Amerika).
- Pemulihan Keuangan Negara. Adapun pemulihan keuangan negara yang berhasil dicapai oleh Kejaksaan dalam periode Oktober 2019 hingga September 2020 mencapai total Rp. 11.134.755.626.385,72(sebelas triliun seratus tiga puluh empat miliar tujuh ratus lima puluh lima juta enam ratus dua puluh enam ribu tiga ratus delapan puluh lima rupiah tujuh puluh dua sen) dan USD. 406.906,-(empat ratus enam ribu sembilan ratus enam Dollar Amerika).
Daftar di atas hanya segelintir saja dari keberhasilan Jaksa Agung ST. Burhanuddin memimpin Korps Adhyaksa. Sebab itu, wajar bila kepercayaan publik semakin meningkat begitu Kejaksaan Agung dipimpin oleh dirinya. Apresiasi berdatangan kepadanya baik dari para pengamat, pemerintah, dan publik secara umum. Bahkan dalam beberapa survei terakhir menunjukkan kepercayaan publik atas Kejaksaan Agung masih cukup tinggi.
Berdasrkan hasil Survei Indikator Politik Indonesia, kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung sudah terdapat peningkatan kepercayaan publik. Pada bulan Juli 2020, sebesar 68% kemudian naik menjadi 71,3%.
Sehingga, sangat aneh bila di tengah kegemilangan capaian yang diraih Kejaksaan Agung dan kepercayaan publik yang begitu tinggi, justru ada pihak-pihak yang tidak senang dengan Kejaksaan Agung dan menyerang sosok personal Jaksa Agung.
Bila itu baru berupa sebuah kritik konstruktif, maka tentu saja hal itu masih bisa diterima sebagai wujud kepedulian kepada penegakan hukum. Tapi bila mencermati opini yang mereka kemukakan, nampak sulit untuk melihatnya sebagai niat baik. Opini-opini itu cenderung mendiskreditkan Jaksa Agung, dan terkesan dipaksakan. Bahkan yang lebih aneh, mereka menyuarakan desakan mencopot ST. Burhanuddin dari jaksa agung dengan alasan yang tidak objektif.