
RES, ppa.go.id, 5 Oktober 2020
Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabalong laksanakan upaya penghentian penuntutan kasus penipuan atas nama tersangka MY (20) berdasarkan Keadilan Restoratif di Kantor Kejaksaan Negeri Tabalong, Jumat (02/10/2020)
Tersangka MY sebelumnya sempat menjalani masa penahanan di rutan selama sekitar 2 bulan akibat kasus penipuan sebesar Rp 6.400.000,- terhadap seorang korban, yang dijanjikan untuk dibantu dalam hal lowongan pekerjaan.
Dalam konferensi pers, Syamsidar Monoarfa selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tagalog, membenarkan proses hukum tindak pidana penipuan sebagaimana pasal 378 KUHP telah diselesaikan dengan cara keadilan restoratif.
Dirinya menambahkan penghentian penuntutan tindak pidana penipuan tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
“Keadilan restoratif itu adalah keadilan yang menekankan kepada memulihkan kembali pada posisi semula, dimana diselesaikan tidak melalui proses sidang dan dalam kasus ini memenuhi persyaratan yang diatur dalam undang-undang,” tuturnya.
Pihak tersangka telah mengembalikan nilai kerugian sebesar Rp 6.400.000,- kepada korban. Selain itu, kedua pihak sudah sepakat berdamai dan tidak ada lagi perasaan dendam dari korban.
“Yang paling penting juga pelaku belum pernah melakukan perbuatan pidana selama ini, baru sekali ini,” ungkapnya.
Secara terpisah, Kasi Pidana Umum Kejari Tabalong, Sefullahnur, menyampaikan bahwa kasus penipuan ini merupakan hasil dari penyidikan pihak Polres Tabalong yang telah dilimpahkan ke kejaksaan.
Kejaksaan Negeri Tabalong melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya berhasil melakukan pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana beserta korban.
Sebelum dibuat penetapan penghentian penuntutan, berbagai pihak seperti tokoh masyarakat, kepala desa, tokoh agama, penyidik, korban, dan tersangka, dihadirkan dalam pertemuan.
“Dari kedua belah pihak mau melakukan kesepakatan untuk berdamai, kalau misalkan salah satu pihak tadi tidak menerima, tetap ingin dilanjutkan proses hukumnya, ini akan kita limpahkan pada saat itu juga,” jelas Saefullahnur.
Ia mengungkapkan bahwa sebelum perkara ini dilimpahkan ke kejaksaan, sudah dilakukan upaya damai di tingkat penyidikan.
“Saat kita terima dan melihat perkaranya ada upaya perdamaian di tingkat penyidikan, kita harus selesai di tingkat penuntutan. Dari sini dikumpulkan lagi untuk menegaskan apakah betul perdamaian ini sudah dilakukan di tingkat penyidikan atau belum,” sambungnya.
Setelah perkara dilimpahkan ke kejaksaan, wewenang untuk menghentikan penuntutan baru dapat digunakan.
Saefullahnur kembali menjelaskan, pada saat tahap dua, penahanannya disambung tetapi sembari diupayakan untuk adanya perdamaian ini. Oleh sebab itu, dilaksanakan pengeluaran tahanan berdasarkan kewenangan kejaksaan, disertai dengan keluarnya surat ketetapan penghentian penuntutan karena kedua belah pihak telah sepakat berdamai.