
RES, ppa.go.id, 08 Oktober 2020
Penerapan upaya penghentian tuntutan berdasarkan Restorative Justice atau keadilan restoratif kembali dilakukan. Kali ini, untuk pertama kalinya Kejaksaan Negeri Banjarmasin melaksanakan upaya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap dua kasus pencurian, Selasa (06/10/2020).
Bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banjarmasin, Tjakra Suyana Eka Putra, S.H., M.H. didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri Banjarmasin Deni Wicaksono, S.H., M.H. mengadakan jumpa pers penerapan “Restorative Justice” untuk pertama kali sekaligus penyerahan surat penghentian penuntutan bagi dua tersangka.
Kedua tersangka berinisial AR (34) terlibat perkara Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, yang ditangani Polresta Banjarmasin, dan RM (27) terlibat perkara Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, ditangani Polsekta Banjarmasin Utara.
Upaya penghentian perkara tersebut berdasakan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kajari Banjarmasin mengungkapkan bahwa sebelum keadilan restoratif ini diterapkan, pihak Kejari Banjarmasin telah berkoordinasi dengan pihak penyidik untuk mengetahui lebih lanjut tentang kasus tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kedua belah pihak, serta masyarakat, dan saksi. Apabila sudah memenuhi persyaratan, barulah bisa dilakukan penghentian tuntutan.
Prinsipnya, kata Tjakra, telah terjadi kesepakatan bersama antar pihak terkait baik korban, pelaku, penyidik serta masyarakat sekitar untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan pidana.
“Jangan sampai kita mempidanakan orang tidak ada keseimbangan yang terjadi, malah kejahatan-kejahatan terus yang terjadi. Selama masih bisa kita bina, ya kita bina apabila sesuai dengan persyaratan persyaratan,” ujar Tjakra.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Banjarmasin Denny Wicaksono menambahkan, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif bisa diterapkan yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 2 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.
Namun, terdapat juga pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000 tapi ancaman tidak lebih dari 2 tahun, ancaman pidana lebih dari 2 tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari 2 tahun.