
ANS, ppa.go.id, 9 Oktober 2020.
Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung berhasil mengamankan tersangka para pelaku dalam perkara dugaan Tipikor jual beli pasir timah sisa hasil produksi (SHP) berkadar rendah. Bertempat di Gedung Kejati Babel, Rabu siang, (07/10/20) tampak 3 (tiga) tersangka yang sempat di borgol dan segera dititipkan dirumah tahanan Negara (Rutan), Polda Babel dan Polresta Pangkal Pinang. Ketiga tersangka Tampak tertunduk lesu saat dikawal ketat oleh petugas Kejati Babel.
Sebelumnya tim penyidik Pidsus Kejati Babel menetapkan sedikitnya tiga orang tersangka yakni, A merupakan pengusaha Timah asal Jebus, AS oknum pejabat PT. Timah Tbk. dan T yang merupakan Direktur PT. MBS.
Basuki Kasi Penkum Kejati Babel mengungkapkan, “benar pada hari ini tgl 7 Oktober 2020 jam 14.15 WIB telah dilakukan penahanan 3 orang tersangka. Tersangka dari PT. TIMAH, Tbk. atas nama inisial AS dititipkan penahanan di Polda Kep Babel sedangkan atas nama inisial A dan T dititipkan penahanan di Polresta Pangkal Pinang selama 20 hari kedepan.
“Kerugian Negara Hasil hitungan sementara penyidikan pidsus kejati Babel sebesar 9,6 miliar,” ujar Basuki menambahkan.
Dirinya juga menjelaskan dalam penyidikan ini, Tim Pidsus sudah menyita aset-aset para tersangka dan menyelidiki dimana saja letak aset-aset tersebut.
Perkara tipikor ini diketahui saat bulan Juli 2020 dan adanya penetapan tersangka. Kejati Babel menjerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Primernya pasal 2 no 1 UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1.
Disisi lain, Pengacara dari PT. MBS yakni Adistya Sunggara menyebutkan penahanan ini terlalu terburu-buru karena hasil Audit BPKP belum keluar.
Dirinya memaparkan pada Wartawan bahwa, Kliennya yang ditahan itu hak jaksa karena menurut jaksa dua alat bukti sudah cukup dalam rangka kepentingan pemeriksaan mereka melakukan penahanan. Akan tetapi, kami berkesannya terlalu terburu-buru dilakukan penahanan karena hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) nya pun belum keluar. Sehingga penahanan ini semestinya belum layak dilakukan karena klien kami selama ini masih kooperatif.
“Penahanan yang dilakukan membuat kami meminta kepada pihak Kejati agar profesional. Hal tersebut ditempuh melalui persidangan atas perkara ini biar ada kepastian hukum klien kami,” tegas Adistya.
Terkait dugaan penyidik dalam memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 9,6 miliar diakui Adistya belum pasti benar. Pasalnya perhitungan yang bisa menyatakan kerugian negara itu hanya dari BPK (Badan Pengawasan Keuangan).
“Jadi penyidik boleh menghitung tapi yang menyatakan kerugian negara itu sesuai dengan Mahkamah Agung itu BPK. Nah sampai hari ini perhitungan dari BPK itu belum ada, makanya kami menilai ini terlalu prematur penahan terhadap tersangka,” ungkapnya mengakhiri keterangan pada wartawan.