
ANS, ppa.go.id, 26 Oktober 2020.
Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Tindak Pidana Khusus Tahun 2020 yang diselenggarakan secara vitual ke seluruh Indonesia dari Badiklat Kejaksaan RI Ragunan Jaksel, Senin (26/10/20).
Rakernis Bidang Tindak Pidana Khusus Tahun 2020 dilaksanakan dengan mengusung tema “Optimalisasi Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus di Masa Pandemi Covid-19”.
Rakernis kali ini turut dihadri oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, M. Salahudin, S.H didampingi oleh Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Mujib Syaris, S.H. dan Kepala Seksi Intelijen, Andi Subangun, S.H., M.H. berserta staf dari masing-masing kejati dan kejari seluruh Indonesia mengikuti secara virtual via zoom meting.
Kegiatan rakernis ini akan berlangsung dalam dua hari yakni senin dan selasa, 26-27 Oktober 2020.
Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran Bidang Pidsus atas keseriusan dan dedikasinya dalam menjalankan tugas di tengah pandemi Covid-19 secara konsisten dan sungguh-sungguh.
“Seraya, saya juga tidak henti-hentinya ingin mengingatkan kepada seluruh jajaran, agar tetap mengutamakan kesehatan dengan senantiasa disiplin menjalankan protokol kesehatan. Untuk itu, saya minta segenap pimpinan di Bidang Pidsus agar senantiasa memastikan ketersediaan fasilitas dalam penerapan protokol kesehatan sebagaimana yang diharapkan, terutama fasilitas yang mendukung tetap optimalnya pelaksanaan penanganan perkara di tengah pendemi ini,”jelas Burhanuddin.
Jaksa Agung mengatakan untuk mengoptimalisasikan penanganan perkara Pidsus, maka beberapa hal yang perlu dilakukan segenap jajaran Bidang Pidsus, antara lain dengan meningkatkan integritas, kapasitas, kapabilitas, serta kompetensi penanganan perkara agar senantiasa profesional, cermat, dan penuh kehati-hatian dalam rangka menghadirkan penegakan hukum yang berkualitas, bermartabat, dan tepercaya.
“Ciptakan penanganan perkara yang kondusif, kontributif, dan tidak kontraproduktif atau menghambat upaya percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Lalu, meningkatkan kualitas penanganan perkara tindak pidana korupsi untuk menghasilkan output dan outcome yang berhasil guna serta berdaya guna, dengan tidak semata hanya menangkap, menghukum dan memberikan efek jera, namun juga mampu memulihkan kerugian keuangan negara, memberikan manfaat bagi masyarakat, serta memperbaiki tata kelola,” tuturnya kembali dalam sambutan rakernis.
Dirinya juga menambahkan, dengan melakukan langkah penindakan apabila terdapat perbuatan yang telah terang dan meyakinkan merupakan tindak pidana korupsi dan mengandung unsur mens rea (sikap batin jahat). Terlebih jika ada pihak-pihak yang mencari kesempatan dan menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan kemanfaatan yang tidak sah dalam kondisi pandemi ini, maka jangan ragu-ragu untuk mengenakan ancaman pidana maksimal.
“Serta upayakan penyelamatan keuangan negara dan pemulihan aset dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Keberhasilan penanganan perkara tindak pidana korupsi tidak semata diukur dari berapa kasus yang ditangani ataupun berapa orang yang dipenjarakan, melainkan juga harus diukur dengan berapa kerugian negara yang diselamatkan. Melalui upaya ini diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang pada akhirnya bermanfaat bagi Pemulihan Ekonomi Nasional,” tegasnya kembali.
“Optimalkan penanganan perkara dengan tidak hanya menerapkan pembuktian unsur “merugikan keuangan negara” namun juga unsur “perekonomian negara”. Selain itu, penindakan juga tidak hanya diarahkan kepada subyek hukum orang perseorangan, namun juga korporasi,” ujar Kejagung RI.
Selanjutnya Burhanuddin mengatakan, upayakan sinergitas dengan Bidang Intelijen dan Bidang Datun untuk melakukan pendekatan pencegahan (preventif) dalam rangka memberikan solusi bagi perbaikan dan penyempurnaan tata kelola sistem, guna menutup celah terjadinya perbuatan koruptif serupa agar tidak terulang kembali di kemudian hari. Serta melakukan identifikasi dan evaluasi para Kepala Kejaksaan Tinggi serta Kepala Kejaksaan Negeri apabila di wilayah hukumnya terdapat satuan kerja yang sama sekali tidak memiliki penanganan tindak pidana korupsi. Kondisi tersebut agar ditelaah: apakah merupakan wujud dari keberhasilan upaya preventif atau apakah karena aparaturnya enggan atau tidak mampu mengungkap adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi.
“Terakhir, Optimalkan keberadaan Satgassus-P3TPK untuk terus meningkatkan intensitas, percepatan, keakurasian penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dengan membuat pola penanganan yang tepat, terukur, dan berorientasi hasil (output) dan dampak (outcome),” ucap Burhanuddin mengakhiri sambutan dalam pembukaan rakernis tahun 2020.