Foto: Jaksa Agung Republik Indonesia, Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.H.

RES, ppa.go.id, 20 Oktober 2020

Tanggal 21 Juli 2020, Jaksa Agung Republik Indonesia Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.H. resmi menandatangani Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Diterbitkannya Perja Nomor 15 Tahun 2020 ini adalah sebuah terobosan yang dilakukan Kejaksaan RI untuk lebih mengedepankan keadilan restoratif dalam penanganan kasus-kasus tertentu.

Jaksa Agung RI, Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.H, menyampaikan saat ini telah ada lebih dari 100 perkara yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.

“Tujuannya agar penanganan perkara tindak pidana dapat lebih mengedepankan keadilan restoratif atau damai. Terutama berkaitan dengan kasus-kasus relatif ringan dan beraspek kemanusiaan, seperti pencurian yang nilai kerugiannya minim, tindak pidana yang bersifat sepele,” ujar Jaksa Agung dalam keterangan resminya, Minggu (18/10/2020).

Pernyataan Jaksa Agung mengenai upaya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini juga sempat disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam Webinar Nasional bertema “Penegakan Hukum yang Berkualitas dan Berkeadilan Melalui RUU Kejaksaan”. Diselenggarakan olehPusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin kerja sama Persatuan Jaksa Indonesia Pengurus Daerah Sulawesi Selatan pada Rabu (14/10/2020).

Adapun dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) Perja Nomor 15 Tahun 2020, yang dimaksud keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Kemudian, pada Pasal 5 ayat (1) Perja Nomor 15 Tahun 2020 disebutkan, beberapa syarat  penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif bisa diterapkan yakni  tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun penjara, serta nilai barang bukti atau nilai kerugian akibat perkara tidak lebih dari Rp2.500.000,00.

Masih terkait keadilan restoratif, Jaksa Agung juga pernah meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana, untuk serius mengawal penerapan Perja Nomor 15 Tahun 2020. Hal ini disampaikannya dalam acara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan sejumlah Pejabat Eselon I di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (8/10/2020) lalu.

Lebih lanjut, Jaksa Agung juga menginstruksikan JAM Pidum untuk senantiasa mengingatkan para Jaksa untuk profesional, proporsional, dan sungguh-sungguh, serta menghindari penyimpangan dalam menerapkan peraturan yang ditetapkan 21 Juli 2020 tersebut.

“Jadikan ini sebagai kesempatan untuk membuktikan kepada publik bahwa Kejaksaan dekat dengan rasa keadilan dan hidup di Masyarakat,” kata Jaksa Agung.

“Saya selalu mengingatkan bahwa keadilan itu tidak ada di dalam buku, tidak ada lagi dalam KUHAP, Tidak ada lagi dalam KUHP, tetapi ada di dalam sanubari kalian. Tolong camkan itu,” tegasnya.

Dalam program Jaksa Menyapa “100 Hari Kinerja Jaksa Agung” di CNN Indonesia, (3/3/2020) lalu, Jaksa Agung mengungkapkan harapannya untuk dapat mengembalikan citra dan kepercayaan terhadap Kejaksaan.

“Saya ingin Kejaksaan itu trust-nya naik.  Ya mengembalikan trust ini memang sulit, tidak bisa seperti membalikan telapak tangan tapi perlu perjuangan. Dan saya juga ingin mengajak teman-teman yang di Kejaksaan Agung di daerah-daerah, yuk  sama-sama Kita mengembalikan citra Kejaksaan,” harap Jaksa Agung mengakhiri dialognya.

Leave a Reply